AYOMALANG.COM -- Integritas penyelenggaraan pesta demokrasi mendatang kian terancam. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) selaku pihak penyelenggara sesuai hukum mestinya bersikap independen, jujur, dan objektif.
Mereka justru diduga melakukan perbuatan koruptif. Sebagaimana diketahui, fase verifikasi partai politik, khususnya saat verifikasi faktual, pemberitaan media banyak menyoroti dan memaparkan bukti adanya perintah.
Ini sebagaimana siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih yang diterima AyoMalang.com pada 30 Januari 2023. Tergabung dalam koalisi ini sedikitnya 12 lembaga. Antara lain, CW, Perludem, CALS, KOPEL, NETGRIT, dan PSHK.
Kemudian, AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, FIK-Ornop,Themis Indonesia Law Firm, PUSaKO FH UNAND, PublicVirtue Institute, dan change.org.
"Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih turut menyoroti dan memaparkan bukti adanya perintah. Bahkan mengarah pada intimidasi. Yakni dari KPU RI kepada penyelenggara pemilu daerah untuk memanipulasi data," ungkap nara hubung Kurnia Ramadhana sebagai siaran pers yang beredar berantai di lini masa maupun media sosial.
Dalam kurun waktu lebih dari sebulan terakhir, bukti yang disampaikan perihal kecurangan pemilu ini terbilang lengkap. Mulai dari berkas administrasi, video pengakuan komisioner KPU daerah, hingga rekaman percakapan dengan substansi membenarkan praktik culas itu.
Alih-alih ditindaklanjuti secara cepat, pihak penyelenggara pemilu yang diberikan mandat untuk mengawasi pelanggaran pemilu, yakni Bawaslu, seolah mendiamkan hal ini.
Begitu pula DKPP yang lambat menangani pelanggaran etik Komisioner dan personel Sekretariat KPU daerah dan tingkat pusat.
Dari rentetan peristiwa tersebut, timbul pertanyaan, siapa sebenarnya yang memerintahkan kecurangan ini terjadi? Pertanyaan ini berkaitan dengan isi video percakapan yang diduga melibatkan penyelenggara pemilu di Sulawesi Utara.
Yaitu tentang kecurangan pemilu sebagaimana ditayangkan oleh Kumparan pada 24 Januari 2023 lalu [1]. Dalam pembicaraan itu, terdengar dengan jelas kalimat:
“....bukan hanya kami yang telepon, tapi langsung KPU RI, dan yang terakhir eksekusi adalah Istana”
Hal ini tentu menjadi pertanyaan dan harus dijelaskan secara langsung oleh pihak Istana. Sebab, jika menggunakan logika peraturan perundang-undangan, tidak ada cabang kekuasaan lain yang diperbolehkan mengintervensi proses pemilu, termasuk Presiden.
Artikel Terkait
Menkominfo Usulkan Pemilu 2024 Secara Digital, Hingga Estonia Negara Pertama Lakukan Pungutan Suara Online
Partai Mahasiswa Indonesia Eksis Dalam Percaturan Politik, Pengamat: Susah Untuk Ikut Pemilu
Dulang Dukungan Terbanyak DPW Nasdem, Surya Paloh Umumkan Anies Baswedan Sebagai Calon Presiden Pemilu 2024
Heboh Ternyata Ada Skandal Besar Saat Pemilu 2019 yang Pernah Dibongkar Akun Opposite6890 Kini Kembali Viral
Hasil Survei Pemilu 2024 PRMN-Promedia: 53,2 Persen Responden Setuju Pilih Capres dari Kalangan Sipil
Berapa Honor Panwascam 2022? Pengawas Pemilu 2024 Berhonor Lebih Tinggi Dibanding 2019, Cek di Sini Bocorannya