Sejarah Tradisi Rebo Wekasan Rabu Pemungkas saat Safar yang Warga Gresik Kembali Galakkan Pasca Pandemi Covid

- Selasa, 20 September 2022 | 08:05 WIB
Ilustrasi  Rebo Wekasan (Canva)
Ilustrasi Rebo Wekasan (Canva)

 

AYOMALANG.COM -- Tradisi Rabu terakhir setiap bulan Safar atau Rabu pemungkas alias Rebo Wekasan masih menjadi polemik antara amalan sunnah atau malah haram.

Menjelang momen Rebo Wekasan pada 24 Safar 1444 Hijriah atau Rabu 21 September 2022 menjadi banyak diperbincangkan karena mendekati hari H.

Terlepas dari rukun amalan pada Rebo Wekasan merupakan sunnah atau justru haram, kembali pada salah satu tradisi di salah satu kota religi, Gresik, Jawa Timur yang kembali menggiatkan setelah dua tahun vakum akibat pandemi Covid-19.

Lantaran Covid-19 secara lokal maupun global mulai melandai, sejumlah kegiatan yang mengundang massa maupun kerumunan mulai berlangsung di berbagai kota.

Baca Juga: Amalan-amalan Bulan Safar dari Perbanyak Baca Al Quran sampai Ibadah Rabu Terakhir atau Rabu Wekasan

Seperti di Gresik, tradisi Rebo Wekasan setiap akhir bulan Safar pada 1442 dan 1443 Hijriah berlangsung terbatas bahkan secara resmi ditiadakan kegiatan mengarak makanan dan pagelaran pasar rakyat.

Mulai Safar tahun Hijriah ini atau minggu ketiga September 2022 Rebo Pungkasan bakal kembali digiatkan warga Gresik di Dusun Sumber, Desa Suci, Kecamatan Manyar.

Itu adalah sebuah bentuk dari pada sedekah bumi berupa selamatan di sekitar Telaga Desa Suci. Acara semacam khotmil Quran, pengadaan arak-arak makanan dan tumpeng, hingga dengan pengadaan pasar rakyat.

Dalam sejarah budaya Jawa kuno sendiri, bulan Safar kerap dikaitkan secara dekat dengan mitos bulan sial. Bulan dimana dapat mendatangkan banyak bencana alam apabila tidak melakukan tradisi terkait.

Baca Juga: Percaya Turunnya Bencana Saat Rebo Wekasan, Ini Amalan yang Dianjurkan

Sebagaimana dikutip AyoMalang.com dari dari Jurnal Theologia IAIN Kudus, masyarakat Nusantara terutama di Jawa Tengah dan Yogyakarta, memandang tradisi ini sebagai hari suci karena dianggap hari tersebut penuh kesialan.

Tidak hanya untuk menolak bala, melakukan tradisi tersebut bagi warga Gresik, dapat membuat Tuhan Yang Maha Esa mengabulkan permintaan masyarakat Dusun Sumber, Desa Suci.

Hal ini terkait dengan krisis sumber air pada masa lalu. Dan tradisi ini dianggap bisa mendatangkan jawaban dari harapan tas kebutuhan mereka sehari-hari berupa munculnya sumber air.

Halaman:

Editor: Suryo Eko Prasetyo

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Terpopuler

X